Kamis, 11 April 2013

AKU YANG MENCINTAI KALIAN



Sahabat...
Ketika ajal menjemputku nanti, ku harap ada bias-bias kebaikan amal yang sedia menemani.
Ketika maut merenggutku nanti, ku ingin bersandar pada tirai warna pelangi bertudung sutra senja dari
ketulusan budi dengan iman di hati sebagai bekal yang akan ku bawa nanti.
Ketika malaikat maut mengunjungiku nanti diatas pembaringan jasad, ku nanti bimbinganmu menuntun
lafadz thayyibah nan indah.
Ketika sakaratul maut nanti, meski tak sempat sebenarnya ada yang ingin aku  sampaikan kepadamu sahabat.
Sebentar lagi akan sirna semua nikmat duniawi, beberapa detik lagi tak kan kau jumpai senyum,
canda bahkan tangis dari raut muka kotor ini.
Hanya berharap semoga ikatan yang di jalin diatas pondasi cinta dan benci semata karena Allah
bisa mempertemukan kita di syurga nanti.
Janganlah bersedih hati atas prahara ini, hapus air matamu aku akan menunggumu karena
pasti suatu saat nanti kau akan menyusulku. Tak ada kebencian dan permusuhan antara engkau dan aku, biarpun harus terjadi perang, itu semata-mata karena cinta dan antara kebenaran dan kebathilan.
Ambillah kebaikan dari ikatan ini supaya manfaatnya masih bisa ku dapati, dan aku berharap
engkau tidak menceritakan kepada orang-orang atas keburukan yang telah aku lakukan selama hidupku.
Ku nanti syafaatmu, ketika malaikat penjaga neraka meluluh-lantahkan ragaku dan membakar kulit tipis ku,
supaya aku bisa merasakan wangian syurga bersamamu.
Saat jasad ku di usung di dalam keranda berbalut harum kenanga dan melati, do’akan aku.
Semoga setelah kau kuburkan nanti, dengan Rahmat dan belas kasihNya bisa ku jawab
pertanyaan-pertanyaan dari kedua malaikat itu. Agar lapang kuburku, supaya tak kualami
penyempitan kubur yang akan meremukkan tulang-tulang rusukku.
Salam kesejahteraan ku sampaikan untukmu, bagimu masih ada waktu memperbaiki diri dan memperbanyak
amal shalih. Sekarang waktu ku hampir habis, aku akan merindukan saat kita larut dalam sedu tangisan dzikir malam itu.

Senin, 01 April 2013

BERAGAMA TANPA BERTUHAN

Selama ini banyak yang berasumsi bahwa religius (agama) dan spiritual (ketuhanan) adalah satu konsep yang sama, maksudnya adalah bermakna tunggal. Bahkan terkadang kata religious kerap kali dipergunakan untuk menjelaskan makna sipiritual, dan begitupun dengan sebaliknya.

Religius dan spiritual adalah dua konsep yang berbeda. Meskipun keduanya memiliki korelasi yang erat. Dalam menjelaskan religious dan spiritual, kali ini saya tidak akan menggunakan pendekatan filsafat untuk membedakan keduanya. Namun demikian, saya akan sedikit memberikan ilustrasi untuk menggambarkan kedua konsep tersebut dalam makna terminology yang sebenarnya.

Dalam Kamus Besar Bahas Indonesia, kata “religious” berasal dari bahasa Latin, yaitu “Religio” dan berakar pada  re-ligare yang berarti "mengikat kembali". Maksudnya dengan berreligi, seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan. Kata religious sering diartikan sebagai agama. Agustine berpendapat bahwa “Religio” adalah kebaktian pemisahan antara sakral dengan yang profane, kepercayaan terhadap jiwa, kepercayaan terhadap dewa-dewa atau Tuhan, penerimaan atas wahyu yang supernatural, dan pencarian keselamatan.

Adapun spiritual adalah berasal dari kata spirit yang diartikan sebagai soul (ruh), suatu makhluk yang bersifat nir-bendawi (immaterial being). Spirit juga berarti makhluk adikodrati yang nir-bendawi. Karena itu berdasarkan pandangan psikologi, spiritualitas juga dikaitkan dengan berbagai realitas alam pikiran dan perasaan yang bersifat adikodrati, nir-bendawi, dan cenderung timeless dan spaceless. Sesuatu yang bersifat rohani ini merupakan kondisi kejiwaan manusia yang bersifat batin. Termasuk jenis spiritualitas adalah Tuhan, jin, setan, hantu, roh-halus, nilai-moral, nilai-estetika dan lain sebagainya. Spiritualitas agama (religious spirituality, religious spiritualness) berkenaan dengan kualitas mental (kesadaran), perasaan, moralitas, dan nilai-nilai luhur lainnya yang bersumber dari ajaran agama. Spiritualitas agama bersifat Ilahiah, bukan bersifat kemanusiaan (humanistik), karena berasal dari Tuhan. Dalam konteks spiritual, manusia memiliki kaitan erat dengan tuhannya, oleh karena manusia berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada Tuhan. Perjalanan menuju Tuhan ini kemudian dalam implementasinya disebut dengan perjalanan spiritual, atau perjalanan ruhani seseorang dalam rangka menggapai Tuhannya dengan segala kebenaran yang telah diajarkan oleh agama.

Dari kedua definisi tersebut mengenai religious dan spiritual, dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan religious adalah ajaran-ajaran yang bersifat intuitif (wahyu) untuk membimbing manusia dalam mengetahui eksistensi dari adanya realitas yang absolute, yaitu Tuhan YME. Dalam agama (religious), terdapat kepercayaan-kepercayaan terhadap sesuatu di luar diri manusia yang memiliki kekuatan supernatural. Sedangkan spiritual adalah esensi yang terkandung pada diri manusia, dalam hal ini adalah “ruh/soul”. Ruh (spirit), pada esensinya berasal dari Tuhan, karenanya ruh dalam konteks ini dijelaskan sebagai semangat ketuhanan (religious).

Dalam faktanya yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, konsep religious sering dikonotasikan dengan spiritual. Padahal, jelas keduanya sangat berbeda. Ini merupakan pertanda bahwa terdapat sebuah kerancuan dalam memahami antara religious (agama) dan spiritual (ketuhanan). Beberapa agama yang ada, jika dipelajari lebih mendalam, ada yang tidak mempunyai konsep ketuhanan yang jelas, bahkan tidak mempunyai konsep mengenai ketuhan sama sekali. Seperti tentang kepercayaan-kepercayaan baik itu animisme maupun dinamisme. Berdasarkan bukti ini, dapat dimengerti bahwa agama dan ketuhanan itu adalah dua konsep yang berbeda.

Seorang yang beragama belum tentu mempunyai pengalaman spiritual (pengalaman ketuhanan). Seseorang yang rajin melakukan ibadah ritual ataupun yang rajin melakukan aktifitas keagamaan lainnya, belum tentu bisa merasakan sisi-sisi ketuhanan dalam ibadahnya. Artinya orang tersebut hanya sebatas menjalankan ritual seperti yang diperintahkan dalam agama meraka tanpa menghadirkan sisi ketuhanan dalam ibadahnya. Sehingga, seorang yang beragama belum tentu dapat mengontrol perilaku-perilakunya atas nama ketuhanan (spiritual).

Secara logis, agama adalah serangkaian ritual yang sudah baku dan tidak bisa keluar dari aturan yang sudah dibakukan itu. Sedangkan spiritual adalah perasaan dan penghayatan akan sisi-sisi ketuhanan atau sesuatu yang dianggap berkuasa diluar kuasa manusia. Jadi orang beragama dengan taat belum tentu mempunyai pengalaman spiritual, sebaliknya orang yang tidak beragama, belum tentu juga tidak pernah merasakan adanya sifat-sifat Tuhan yang ada dalam kehidupannya. Karena secara fitroh, semua ruh manusia tanpa terkecuali pernah mengadakan perjanjian primordial dengan Tuhan."Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi." (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)", (QS. al-a'raf:172)

Dalam islam misalnya, setiap ritual keagamaan yang diperintahkan dari mulai sayahadat, sholat, zakat, pusa dan haji, semuanya untuk mengarahkan penganutnya pada satu titik kesadaran tertinggi yaitu kesadaran Ilahi. Sehingga terbentuklah nilai-nilai dari sifat ketuhanan dalam dirinya.

Salah satu hal yang selalu ada dalam diri manusia adalah kecenderungan untuk mencari Tuhan dan menyembahnya, karena dengan ibadah kepada Tuhan manusia sebenarnya berupaya meninggalkan wujud terbatasnya dan bergabung dengan hakikat yang tidak memiliki cacat, kekurangan, kefanaan dan keterbatasan.

William James, seorang filsuf Amerika dan tokoh psikologi modern aliran pragmatisme, melakukan percobaan untuk mengukur jiwa manusia dari sisi kecenderungan spiritualitasnya. Hasil penelitian selama 40 tahun ini menunjukkan bahwa dalam wujud manusia terdapat serangkaian kecenderungan terhadap materi dan serangkaian kecenderungan yang lain tidak ada hubungannya dengan materi. Hal ini membuktikan adanya alam lain di mana rasa ini mengantarkan manusia ke alam lain itu. Inspirasi spiritual, fitrah untuk mencari Tuhan dan cinta akan kebaikan selalu ada dalam jiwa manusia, di mana mayoritas kecenderungan dan harapan manusia berasal dari luar alam materi.

Menurut James, jika kecenderungan manusia tidak dikembangkan dan diarahkan dengan benar maka manusia akan tersesat dan tentunya akan sangat merugikan baginya. Menyembah berhala, manusia dan materi lain serta ribuan penyembahan lainnya merupakan dampak dari penyimpangan terhadap kecenderungan suci manusia. Menurutnya, rasa ingin menyembah Tuhan yang biasanya diartikan sebagai rasa ingin beragama secara alami selalu ada dalam jiwa manusia.

Dalam kedalaman jiwa manusia terdapat kekuatan yang mendorong manusia untuk mencari Tuhan yang memberikan rasa aman dan ketenangan kepada manusia dan membantunya dalam menghadapi kesulitan serta menghilangkan segala bentuk kekhawatiran. Manusia ketika mengalami kebuntuan dan berbagai faktor materi tidak ada yang dapat membantunya maka secara alami akan mencari sumber kekuatan yang lebih besar yang mampu melepaskannya dari kebuntuan tersebut.

Dalam sejarah kehidupan manusia dan peninggalannya di berbagai gua dan gunung menunjukkan bahwa manusia sejak awal mempunyai rasa ingin mengabdi dan menyembah Tuhan. Mereka meyakini akan Keesaan Tuhan meski sebagian lainnya tergelincir ke dalam kebodohan sehingga mereka menyembah batu, kayu, matahari, binatang dan bahkan menyembah penguasa zalim. Allamah Murtadha Mutahhari, seorang cendekiawan dan peneliti terkemuka Iran, mengatakan, studi terhadap peninggalan manusia di masa lampau menunjukkan bahwa penyembahan telah ada sejak manusia ada. Yang berbeda adalah bentuk ibadah dan siapa yang disembah. Para nabi diutus untuk membimbing fitrah manusia ke jalan yang benar. Allamah Mutahhari meyakini bahwa Anbiya diutus untuk mencegah manusia menyembah selain Tuhan Yang Maha Esa dan membimbing mereka kepada amal dan bentuk pengabdian yang terbaik. Imam Ali as mengenai pengutusan Nabi Muhammad Saw, berkata, "Allah Swt mengutus Muhammad Saw untuk mengajak manusia meninggalkan penyembahan terhadap berhala dan kemudian menyembah Tuhan. Max Muller, seorang teolog dan orientalis Jerman meyakini bahwa manusia sejak awal mengesakan Tuhan dan menyembah Tuhan yang sebenarnya dan penyembahan berhala, bulan, bintang dan lain sebagainya merupakan dampak dari penyimpangan selanjutnya.

Al-Quran menjelaskan bahwa sejarah penyembahan berhala terjadi sejak masa Nabi Nuh as, sebab pasca bencana badai di zaman itu semua orang musyrik dan penyembah berhala musnah dan setelah beberapa lama kemudian fitrah untuk menyembah Tuhan kembali diselewengkan oleh sebagian manusia dengan menyembah berhala dan benda-benda lainnya yang tidak ada manfaat bagi mereka, bahkan benda-benda tersebut dibuat oleh mereka sendiri.

Bukti-bukti arkeologi menunjukkan bahwa manusia di masa lalu menyembah Tuhan dan bahkan percaya tentang hari kebangkitan. Orang yang meninggal dunia kemudian di kubur bersama barang-barang yang dicintainya karena diharapkan benda-benda itu menjadi bekal di dunia selanjutnya atau memumikan jasad manusia supaya tidak rusak merupakan salah satu bukti yang menunjukkan bahwa manusia di masa itu meyakini adanya kehidupan setelah kematian ini. Meski perbuatan itu salah dan penuh khurafat, namun hal itu menunjukkan kalau manusia di masa lalu meyakini adanya Sang Pencipta dan mengimani-Nya.

Agama-agama samawi menyebutkan bahwa wujud yang mampu memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia serta wajib disembah adalah Tuhan Yang Maha Esa. Dia adalah sumber rahmat, keagungan, kekuatan, kesempurnaan dan keindahan yang tidak ada habisnya, di mana beribadah kepada-Nya akan menyambungkan manusia kepada sumber abadi dan tanpa akhir ini. Selain itu, hubungan dengan Tuhan mengantarkan manusia kepada kebebasan sejati dan di dalam hatinya tidak ada ketergantungan kepada selain-Nya.

Agama Islam mengajarkan kepada manusia bahwa penyembahan kepada selain Tuhan Yang Esa tidak akan memuaskan jiwa manusia dan tidak dapat mengantarkannya kepada kesempurnaan spiritual, namun justru menyebabkan terpenjaranya manusia dalam ketergantungan materi. Penghambaan akan terwujud jika terhubung dengan Tuhan Yang Maha Bijaksana dan melalui jalan ini jiwa manusia akan meraih kebebasan dan ketenangan.

Tapi jika kita mempelajari beberapa agama yang ada, tidak bisa juga dipungkiri bahwa, ada beberapa agama yang mengajarkan bagaimana menghubungkan antara pengalaman spiritual dalam bingkai ritual keagamaan. Ritual keagamaan ini dimaksudkan untuk memuja dan menghadirkan spiritual (ketuhanan). Sehingga, jika ada seseorang yang melaksanakan ritual agama, tanpa menghadirkan Tuhan dalam ritualnya, berarti orang tersebut memisahkan antara ritual keagamaannya dengan sisi-sisi ketuhanan yang seharusnya dihadirkan. Bisa jadi orang yang taat beragama sesungguhnya ia tidak bertuhan, karena dalam pelaksaan ritual keagamaannya tidak menghadirkan/merasakan sisi-sisi spiritual (ketuhanan). dan artinya dia telah gagal sebagai kholifah dalam mengemban misi dari Tuhan.

Jadi, tidak setiap orang yang beragama itu bertuhan namun setiap orang yang bertuhan pasti beragama. Orang yang bertuhan adalah orang yang dalam setiap perilakunya terkandung substansi dari nilai-nilai ketuhanan. Sehinggaa perilaku-perilaku yang dimunculkan selaras dengan kehendak Tuhan sesuai dengan apa yang diajarkan dalam agamanya. Namun ironisnya, masih banyak orang yang mengaku dirinya sebagai pemeluk agama yang baik, namun perilakunya sangat tidak mencerminkan nilai-nilai ketuhanan yang diwujudkan dalam aspek kesehariannya. Padahal jelaslah, agama itu sendiri adalah cara atau jalan yang harus ditempuh untuk mengantarkan manusia pada satu titik puncak dimana manusia mampu menjadi entitas Tuhan itu sendiri. Wallahu a'lam….